logo blog

Apa Hukumnya Menolak Lamaran Untuk Dijadikan Istri ke 2?

Apa Hukumnya Menolak Lamaran Untuk Dijadikan Istri ke 2?


http://4.bp.blogspot.com/-n5O_KxABAuE/VT6y-5wmI7I/AAAAAAAAGbU/bE1mJN-8kzw/s1600/bunga-chavitosnatureschooldotcom-640x411.jpg

TANYA: Apa hukumnya jika menolak lamaran pria yang sudah beristri dan lamarannya itu atas persetujuan istrinya. Bahkan, istrinya sendiri yang memintanya.

Jawaban :

Dikutip dari rumahfiqih, Ustadz Ahmad Sarwat, LC, MA menjelaskan bahwa menerima atau menolak pinangan dari seseorang sama-sama hak seorang wanita. Bahkan pinangan Sa’ad bin Abi Waqqash ra. kepada janda mendiang Mutsanna bin Haritsah tidak langsung diterima. Kecuali setelah melalui berbagai proses panjang yang tidak mudah.

Ketika seorang wanita merasa tidak sreg dengan keadaan laki-laki yang meminangnya, tidak ada yang salah. Baik alasan itu bersifat syar’i, maupun bersifat pribadi. Sebab ketika seorang wanita memutuskan untuk menerima pinangan itu, resikonya jelas. Yaitu untuk selanjutnya, dirinya hidup di bawah suaminya. Dia harus hidup bersamanya, taat, tunduk dan patuh kepada suaminya. Bahkan surganya ditentukan oleh bagaimana sikapnya kepada suaminya.

Kalau seorang wanita merasa tidak nyaman dengan seorang calon suami, tentu di masa berikutnya akan menjadi problem berat. Dan ini adalah soal selera, di mana Islam justru sangat memperhatikan kebebasan seorang wanita untuk memiliki selera dengan tipe laki-laki yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Di dalam syariah Islam, seorang ayah dilarang untuk memaksakan jodoh untuk anak wanitanya. Apalagi sekadar seorang calon suami, di mana lamarannya itu sangat tergantung dari penerimaan pihak calon istri.

Maka calon istri punya hak dan wewenang sepenuhnya untuk menerima sebuah lamaran atau menolaknya. Baik dengan alasan yang masuk akal bagi pelamar maupun tidak. Sebab bisa saja faktor penolakannya itu merupakan hal yang tidak ingin disebutkan secara terbuka.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiE200ncOD2BUUaRVH03Znsb128cCCTW58_DlESa1aVawdevuOg5ovt5_2ktcwKUVde484s5UMWQdmOJ5ZGz9y3z6VvhU_HUua3yJy5050yarmwSxzeUyUdpDfIUpd7rWqdV_XqBUo8CBke/s1600/suami-istri-bersentuhan-setelah-wudhu.jpg

Adapun hadits yang menyebutkan akan terjadi fitnah bila seorang wanita menolak lamaran laki-laki yang shalih, tentu harus dipahami dengan lengkap dan jernih. Hadits itu bukan dalam posisi untuk menetapkan bahwa sebuah lamaran dari laki-laki yang shalih itu haram ditolak. Tidak demikian kandungan hukumnya.
Sebab kalau demikian, bagaimana dengan lamaran seorang laki-laki shalih kepada seorang puteri raja atau pembesar, di mana kedua tidak sekufu atau memang tidak saling cocok satu dengan yang lain? Apakah puteri raja itu berdosa bila menolak lamaran dari seorang yang tidak disukainya?

Bahkan di dalam syariah Islam, seorang wanita yang sudah menikah namun merasa tidak cocok dengan suaminya, masih punya hak untuk bercerai dari suaminya. Apa lagi baru sekedar lamaran dari laki-laki yang sudah punya istri pula.

Dari Ibnu Abbas ra.: Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: Wahai Rasulullah, “Aku tidak mencelanya (Tsabit) dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran (karena tidak mampu menunaikan kewajibannya) dalam Islam.” Maka Rasulullah SAW berkata padanya, “Apakah kamu mengembalikan pada suamimu kebunnya?” Wanita itu menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit, “Terimalah kebun tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak.” (HR Bukhori, Nasa’y dan Ibnu Majah. Nailul Authar 6/246)

Agar tidak menjadi fitnah, tentu ada cara penolakan yang halus dan lembut, tanpa menyinggung perasaan, namun si pelamar itu bisa menerima intisarinya, yaitu penolakan. Sehingga fitnah yang dikawatirkan itu tidak perlu terjadi.

**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Kabar Ukhuwah Islamiyah - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger