Lanjutan dari Kisah Terbunuhnya Husain di Karbala (Bagian 2)
Zaid melanjutkan ceritanya,
“Sungguh, aku tidak pernah melihat rongga mulut yang lebih bagus dari itu, seolah ia adalah mutiara, dan aku tidak bisa menahan diri untuk menangis dengan keras, sehingga Ubaidillah berkata,
‘Apa yang membuatmu menangis wahai orang tua?’
Aku (Zaid) menjawab,
“Aku menangis karena apa yang aku lihat dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Aku melihat beliau menempelkan mulutnya di tempat tongkat itu berada, menciumnya dan berkata,
“Ya Allah sungguh aku mencintainya maka cintailah ia.”
Angkatlah tangan kananmu dan tongkat celaka itu. Cukuplah kejahatanmu dan hentikanlah dosamu. Sungguh aku pernah menemui Husain pada suatu malam. Aku melihat junjungan kalian mencium mulut itu.
Demikianlah orang-orang besar dibunuh dengan pedang dalam keadaan yang sangat mulia. Sementara orang-orang zhalim mati di atas kasur mereka dalam keadaan hina dan pengecut.
Husain terbunuh pada hari Jum’at yang bertepatan dengan hari Asyura, tanggal 10 Muharram, tahun ke-61 Hijrah di Karbala yang saat ini termasuk dalam wilayah Irak.
Saat itu ia berusia 58 tahun, semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha.
Meskipun pembunuhan terhadap Husain adalah sebuah kejahatan besar, namun bagi dirinya sesungguhnya itu adalah kebaikan dan penghormatan. Allah telah menetapkan syahid untuknya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Sesungguhnya Husain dan saudaranya adalah pemimpin pemuda surga, dan keduanya tumbuh dalam keagungan Islam.
Mereka tidak mengalami hijrah dan jihad pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, namun mereka mempunyai kesabaran dalam menanggung kesulitan di jalan Allah sebagaimana yang diterima oleh ahlul baitnya.
Sehingga, Allah memuliakan mereka dengan syahid, sebagai penyempurna atas kemuliaan mereka dan sekaligus untuk mengangkat derajat mereka.”
Dalam menyikapi terbunuhnya Husain di Karbala, terdapat tiga kelompok yang berbeda pendapat.
Pertama, Husain dibunuh dengan cara yang benar karena dia adalah khawarij yang berusaha membuat perpecahan di kalangan umat Islam. Ini adalah pendapat pembenci Husain.
Kedua, Husain adalah pemimpin yang harus ditaati ketika itu karena seharusnya tongkat kekhalifahan berada di tangannya. Ini adalah pendapat kaum Syiah Rafidhah.
Ketiga, Husain terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan dia meninggal dalam keadaan syahid. Ketika itu Husain bukan khalifah dan bukan pula seorang khawarij yang melakukan pemberontakan kepada khalifah umat Islam.
Semoga Allah senantiasa meridhainya. Aamiin.
Disadur dari kitab Uzhama’ min Ahlil Bait karya Sayyid Hasan Al-Husaini.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Lentera Kabah
Tidak ada komentar