logo blog

Air Minum Bekas Kucing Apakah Najis?

Air Minum Bekas Kucing Apakah Najis?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg56kQpJ79M0yc0Zedl3K8907e4AbXI1UU4mRpvsVqxftPkAL_vNsGUmZQwP229lcxOeW_A80W94XnQlhNRGd4uXo8QHGNa7p0XZlBn0V5IZ8e0pAJ_V3c4DDV_WyS021taopVBx1VIxKg/s1600/bolehkah+kucing+minum+susu+sapi.jpg

DALAM istilah fiqih, kita mengenal kata as-su’ru. Istilah ini sering didefinisikan menjadi :

فَضْلَةُ الشُّرْبِ وَبَقِيَّةُ الْمَاءِ الَّتِي يُبْقِيهَا الشَّارِبُ فِي الإْنَاءِ أَوْ فِي الْحَوْضِ ثُمَّ اسْتُعِيرَ لِبَقِيَّةِ الطَّعَامِ أَوْ غَيْرِهِ

Bekas minum dan sisa air yang ditinggalkan oleh orang yang minum dari suatu wadah atau telaga, kemudian digunakan untuk sisa makanan dan selainnya.

Menurut Ustadz Ahmad Syarwat, LC hukum su’ru atau bekas minum hewan punya pembahasan cukup luas dalam ilmu fiqih. Sebagian dari su’ru hewan itu ada yang najis, dan sebagian lagi ada yang tidak najis.

Su’ru Kucing

Hukum kucing itu sendiri berbeda-beda dalam pandangan ulama. Sebagian ulama mengatakan najis dan sebagian ulama lainnya mengatakan tidak najis.

At-Thahawi mengatakan bahwa kucing itu najis karena dagingnya najis bagi kita. Dan karena itu pula maka ludahnya atau sisa minumnya pun hukumnya najis. Sebab dagingnya pun najis.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsTVPUwMVbQ8rH1-n_SPY54dElJKgLCUX2Z97cXD6u2_EvQgNzunaG26h7MALaEoWnqI6CCozR4VFYvxIIHUe61eloWGGs5EDuTBmnc2KJdW6ktbhTybgMIMqpcHsaXzi1bD-OFhqi02lb/s1600/254069_231043280240372_100000041052401_1069265_1154437_n.jpg

Namun meski demikian karena ada dalil yang secara khusus menyebutkan bahwa sisa minum kucing itu tidak najis maka ketentuan umum itu menjadi tidak berlaku yaitu ketentuan bahwa semua yang dagingnya najis maka ludahnya pun najis. Minimal khusus untuk kucing.

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجِسٍ إَنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ

Rasulullah SAW bersabda, “Kucing itu tidak najis sebab kucing itu termasuk yang berkeliaran di tengah kita,” (HR. Abu Daud, At-Tirmizy, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad).

Sedangkan Al-Kharkhi dan Abu Yusuf mengatakan bahwa su’ru kucing itu hukumnya makruh. Alasannya adalah bahwa kucing itu sering menelan atau memakan tikus yang tentu saja mengakibatkan su’runya saat itu menjadi najis.

Dalam hal ini Abu Hanifah juga sependapat bahwa kucing yang baru saja memakan tikus maka su’runya najis. Sedangkan bila tidak langsung atau ada jeda waktu tertentu maka tidak najis.

Hal ini sesuai dengan hukum su’ru manusia yang baru saja meminum khamar maka ludahnya saat itu menjadi najis.

**| republished by Lentera Kabah
Lentera Kabah

Share this:

Enter your email address to get update from ISLAM TERKINI.

Tidak ada komentar

About / Contact / Privacy Policy / Disclaimer
Copyright © 2015. Kabar Ukhuwah Islamiyah - All Rights Reserved
Template Proudly Blogger